Sabtu, 28 Mei 2011

Tetralogi Of Fallot


  1. Pengertian Tetralogi of fallot
Tetralogi Fallot adalah penyakit jantung bawaan tipe sianotik. Pada penyakit ini yang memegang peranan penting adalah defek septum ventrikel dan stenosis pulmonalis, dengan syarat defek pada ventrikel paling sedikit sama besar dengan lubang aorta.
Tetralogi Fallot adalah gabungan dari:
- Defek septum ventrikel (lubang diantara ventrikel kiri dan kanan)
- Stenosis katup pulmoner (penyempitan pada katup pulmonalis)
- Transposisi aorta
- Hipertrofi ventrikel kanan (penebalan otot ventrikel kanan).
Komponen yang paling penting dalam menentukan derajat beratnya penyakit adalah stenosis  pulmonal dari sangat ringan sampai berat. Stenosis pulmonal bersifat progresif , makin lama makin berat.
Tetralogi fallot (TF) merupakan penyakit jantung sianotik yang paling banyak ditemukan dimana tetralogi fallot menempati urutan keempat penyakit jantung bawaan pada anak setelah defek septum ventrikel,defek septum atrium dan duktus arteriosus persisten,atau lebih kurang 10-15 % dari seluruh penyakit jantung bawaan, diantara penyakit jantung bawaan sianotik Tetralogi fallot merupakan 2/3 nya. Tetralogi fallot merupakan penyakit jantung bawaan yang paling sering ditemukan yang ditandai dengan sianosis sentral  akibat adanya pirau kanan ke kiri.

PREVALENSI
Kecuali selama umur minggu-minggu pertama, tetralogi fallot merupakan bentuk penyakit jantung utama yang menyebabkan sianosis. Sembilan persen bayi yang ditemukan dengan penyakit jantung berat pada umur tahun pertama menderita tetralogi fallot. Tetralogi fallot yang diperbaiki merupakan lesi jantung kongenital biasa pada penderita yang bertahan hidup.
Embriologi dan anatomi
Mulai akhir minggu ketiga sampai minggu keempat kehidupan intrauterine, trunkus arteriosus terbagi menjadi aorta dan arteri pulmonalis. Pembagian berlangsung sedemikian, sehingga terjadi perputaran seperti spiral, dan akhirnya aorta akan berasal dari posterolateral sedangkan pangkal arteri pulmonalis terletak antero-medial. Septum yang membagi trunkus menjadi aorta dan a.pulmonalis kelak akan bersama sama dengan endokardial cushion serta bagian membrane septum ventrikel, menutup foramen interventrikel. Pembagian ventrikel tunggal menjadi ventrikel kanan dan kiri terjadi antara minggu ke 4 dan minggu ke 8.
Kesalahan dalam pembagian trunkus dapat berakibat letak aorta yang abnormal (over riding), timbulnya infundibulum yang berlebihan pada jalan keluar ventrikel kanan, serta terdapatnya defek septum ventrikel karena septum dari trunkus yang gagal berpartisipasi dalam penutupan foramen interventrikel. Dengan demikian dalam bentuknya yang klasik, akan terdapat 4 kelainan, yaitu defek septum ventrikel yang besar, stenosis infundibular, dekstroposisi pangkal aorta dan hipertrofi ventrikel kanan.
Kelainan anatomi ini bervariasi luas, sehingga menyebabkan luasnya variasi patofisiologi penyakit. Secara anatomis tetralogi fallot terdiri dari septum ventrikel subaortik yang besar dan stenosis pulmonal infundibular. Terdapatnya dekstroposisi aorta dan hipertrofi ventrikel kanan adalah akibat dari kedua kelainan terdahulu. Derajat hipertrofi ventrikel kanan yang timbul bergantung pada derajat stenosis pulmonal. Pada 50% kasus stenosis pulmonal hanya infundibular, pada 10-25% kasus kombinasi infundibular dan valvular, dan 10% kasus hanya stenosis valvular. Selebihnya ialah stenosis pulmonal perifer.
Dekstroposisi pangkal aorta (overriding aorta) bukan merupakan condition sine qua non untuk penyakit ini. Hubungan letak aorta dan a.pulmonalis masih di tempat yang normal, over riding aorta terjadi karena pangkal aorta berpindah kea rah anterior mengarah ke septum. Derajat over riding ini lebih mudah ditentukan secara angiografis daripada waktu pembedahan atau autopsy. Klasifikasi over riding menurut Kjellberg :
(1) Tidak terdapat over riding aorta bila sumbu aorta desenden mengarah ke belakang ventrikel kiri,
(2) Pada over riding 25% sumbu aorta ascenden kea rah ventrikel sehingga lebih kurang 25% orifisium aorta menghadap ke ventrikel kanan;
(3) Pada over riding 50% sumbu aorta mengarah ke septum sehingga 50% orifisium aorta menghadap ventrikel kanan;
(4) Pada over riding 75% sumbu aorta asdenden mengarah ke depan ventrikel kanan, septum sering berbentuk konveks ke arah ventrikel kiri, aorta sangat melebar, sedangkan ventrikel kanan berongga sempit.
Derajat over riding ini bersama dengan defek septum ventrikel dan derajat stenosis menentukan besarnya pirau kanan ke kiri. Juga sangat menentukan sikap pada waktu pembedahan. Arkus aorta yang berada di sebelah kanan disertai knob aorta dan aorta descenden di kanan terdapat pada 25% kasus. Pada keadaan ini arteria subklavia kiri yang berpangkal di hemithorax kanan biasanya menyilang di depan esophagus, kadang disertai arkus ganda. Pada tetralogi fallot dapat terjadi kelainan a.koronaria. Arteri koronaria yang letaknya tidak normal ini bila terpotong waktu operasi dapat berakibat fatal. Sirkulasi kolateral di paru pada tetralogi fallot yang terbentuk tergantung pada kurangnya aliran darah ke paru.
Pembuluh kolateral berasal dari cabang cabang arteria bronkialis. Pada keadaan tertentu jumlah kolateral sedemikian hebat sehingga menyulitkan tindakan bedah. Pembuluh kolateral tersebut harus diikat sebelum dilakukan pintasan kardiopulmonal.
2.      Etiologi TOF
Pada sebagian besar kasus, penyebab penyakit jantung bawaa tidak diketahui secara pasti. diduga karena adanya faktor endogen dan eksogen. Faktor –faktor tersebut antara lain :

Faktor endogen
·         Berbagai jenis penyakit genetik : kelainan kromosom
·         Anak yang lahir sebelumnya menderita  penyakit jantung bawaan
·         Adanya  penyakit tertentu dalam keluarga seperti  diabetes melitus, hipertensi, penyakit jantung  atau kelainan bawaan
Faktor eksogen
·   Riwayat  kehamilan  ibu  : sebelumnya  ikut program KB oral atau suntik,minum obat-obatan tanpa resep dokter, (thalidmide,dextroamphetamine.aminopterin,amethopterin, jamu)
·   Ibu menderita penyakit infeksi :  rubella
·   Pajanan terhadap sinar -X
Diperkirakan lebih dari 90% kasus penyebab adaah  multifaktor. Apapun sebabnya, pajanan terhadap faktor penyebab harus ada sebelum akhir bulan kedua kehamilan , oleh karena pada minggu ke delapan kehamilan pembentukan jantung janin sudah selesai.



3.      Patofisiologi TOF
Pengembalian vena sistemis




Atrium kanan                      Ventrikel kanan

Menguncupnya stenosis pulmonalis

Cacat septum ventikel  aorta




Ketidakjenuhan darah arteri

Sianosis menetap



  

Pengembalian vena sistemik ke atrium kanan dan ventrikel kanan berlangsung normal. Ketika ventrikel kanan menguncup, dan menghadapi stenosis pulmonalis, maka darah akan dipintaskan melewati cacat septum ventrikel tersebut ke dalam aorta. Akibatnya terjadi ketidak jenuhan darah arteri dan sianosis menetap. Aliran darah paru paru, jika dibatasi hebat oleh obstruksi aliran keluar ventrikel kanan, dapat memperoleh pertambahan dari sirkulasi kolateral bronkus dan kadang dari duktus arteriosus menetap. 
4.      Tanda dan Gejala TOF
a.       Sianosis
Obstruksi  hipertropi infundibulum meningkat                       aliran darah keluar ventrikel kanan                              obstruksi meningkat disertai pertumbuhan yang semakin meningkat                       sianosis.
b. Dispnea
Terjadi bila penderita melakukan aktifitas fisik.
c. Serangan-serangan dispnea paroksimal (serangan-serangan anoksia biru)  umum pada pagi hari. Semakin bertambah usia, sianosis bertambah berat.


d. Keterlambatan dalam pertumbuhan dan perkembangan
Gangguan pada pertambahan tinggi badan terutama pada anak, keadaan gizi kurang dari kebutuhan normal, pertumbuhan otot-otot dari jaringan subkutan terlihat kendur dan lunak, masa pubertas terlambat.
e. Denyut pembuluh darah normal
Jantung baisanya dalam ukuran normal, apeks jantung jela sterlihat, suatu getaran sistolis dapat dirasakan di sepanjang tepi kiri tulang dada, pada celah parasternal 3 dan 4.
f. Bising sistolik
Terdengar keras dan kasar, dapat menyebar luas, tetapi intensitas terbesar pada tepi kiri tulang dada
Gejalanya bisa berupa:
- bayi mengalami kesulitan untuk menyusu
- berat badan bayi tidak bertambah
- pertumbuhan anak berlangsung lambat
- perkembangan anak yang buruk
- sianosis
- jari tangan clubbing (seperti tabuh genderang karena kulit atau tulang di sekitar kuku jari tangan membesar)
- sesak nafas jika melakukan aktivitas
- setelah melakukan aktivitas, anak selalu jongkok.
Serangan sianosis biasanya terjadi ketika anak melakukan aktivitas (misalnya menangis atau mengedan), dimana tiba-tiba sianosis memburuk sehingga anak menjadi sangat biru, mengalami sesak nafas dan bisa pingsan.


Pada Tetralogi Fallot terdapat 4 macam kelainan:
• Lubang di sekat pemisah bilik kiri (left ventricle) dengan bilik kanan (right ventricle).
• Aorta overriding (pembuluh darah utama yang keluar dari bilik kiri mengangkang sekat bilik, sehingga seolah-olah sebagian aorta keluar dari bilik kanan.
• Pulmonal stenosis (penyempitan klep pembuluh darah yang keluar dari bilik kanan menuju paru, bagian otot dibawah klep juga menebal dan menimbulkan penyempitan). Dalam hal absent pulmonary valve, klep tak terbentuk, dan terjadi pelebaran pembuluh darah paru (warna biru muda pada gambar kanan). Pembuluh darah paru yang melebar ini dapat menekan saluran nafas, sehingga pasien mengalami sesak nafas, sering infeksi jalan nafas bawah.
• Penebalan otot bilik kanan akibat kerja keras (karena jalan keluarnya terhambat) dan tekanan dalam rongga ini meningkat.
Manifestasi klinik
Keluhan yang timbul mencerminkan derajat hipoksia. Saat dan beratnya gejala juga bervariasi, dari yang mengalami sianosis dini dengan serangan anoksia yang berat dan meninggal pada waktu umur 2-3 bulan, sampai ke keadaan ringan tanpa gejala. Pada kasus yang berat, sianosis timbul bila pada minggu minggu pertama disertai serangan biru, polisistemia dini dan penurunan toleransi latihan. Bila bayi dapat melampaui 2 tahun, gejala tersebut akan berkurang, mungkin akibat terbentuknya kolateral.
Dispnea terjadi bila penderita melakukan aktivitas fisik. Bayi bayi dan anak anak yang mulai belajar berjalan akan bermain aktif untuk waktu singkat kemudian akan duduk atau berbaring. Anak anak yang lebih besar mungkin mampu berjalan sejauh kurang lebih satu blok, sebelum berhenti untuk beristirahat. Secara khas, anak anak akan mengambil sikap berjongkok / squatting untuk meringankan dan menghilangkan dispea yang terjadi akibat aktivitas fisik. Biasanya anak tersebut dapat melanjutkan aktivitas fisiknya kembali dalam beberapa menit. Squatting pada umumnya terdapat pada anak prasekolah, sedangkan anak yang lebih besar jarang melakukannya karena malu.
Serangan serangan dispnea paroksismal (serangan serangan anoksia “biru”) terutama merupakan masalah selama 2 tahun pertama kehidupan penderita. Bayi tersebut menjadi dispneis dan gelisah, sianosis yang terjadi bertambah hebat, penderita mulai sulit bernapas dan disusul dengan terjadinya sinkop. Serangan serangan demikian paling sering terjadi pada pagi hari. Serangan serangan tersebut dapat berlangsung dari beberapa menit hingga beberapa jam dan kadang kadang berakibat fatal. Episode serangan pendek diikuti oleh kelemahan menyeluruh dan penderita akan tertidur. Sedangkan serangan serangan berat dapat berkembang menuju ketidaksadaran dan kadang kadang menuju kejang kejang atau hemiparesis. Awitan serangan biasanya terjadi secara spontan dan tidak terduga. Serangan yang terjadi itu mempunyai kaitan dengan penurunan aliran darah pulmonal yang memang mengalami gangguan sebelumnya, yang berakibat terjadinya hipoksia dan asidosis metabolis.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan anak dengan gangguan pertumbuhan dan mungkin perkembangan 12 Tinggi badan dan keadaan gizi biasanya dibawah rata rata serta otot otot dari jaringan subkutan terlihat kendur dan lunak. Masa pubertas terlambat.
Tampak sianosis dari berbagai derajat. Pada usia tahun pertama, sianosis akan terjadi dan tampak paling menonjol pada mukosa bibir dan mulut serta jari jari tangan dan kaki. Pada kasus kasus berat, sianosis terjadi pada masa neonatal. Dengan adanya sianosis berat, maka kulit tampak berwarna biru kehitaman dan sklera berwarna kelabu akibat kongesti pembuluh pembuluh darah yang memberikan petunjuk adanya konjungtivitis ringan. Pembentukan jari-jari tabuh pada tangan dan kaki yang menjadi nyata menjelang usia 1-2 tahun. Pada anak besar dapat terlihat osteoartropati. Tekanan darah dan denyut nadi pada umumnya normal, tetapi sianosis berat dan polisistemia yang berlangsung beberapa tahun dapat menyebabkan hipertensi. Gigi geligi sering dalam keadaan buruk, seperti pada kelainan jantung sianotik lainnya, akibat gangguan perkembangan email. Sering terjadi hipertrofi gusi dan lidah menunjukan gambaran peta (geographic tongue). Dapat terjadi kelainan ortopedi berupa skoliosis. Polisistemia dapat menimbulkan kelainan pada mata, yaitu retinopati berupa pelebaran pembuluh darah retina. Tetralogi fallot jarang sekali menyebabkan gagal jantung. Bila terdapat splenomegali harus dicurigai endokarditis. Hemitoraks kiri depan dapat menonjol ke depan.
Pada pemeriksaan jantung biasanya jantung mempunyai ukuran normal dan impuls apeks (ictus) tampak jelas. Suatu getaran sistolik (thril) dapat dirasakan pada 50% kasus di sepanjang tepi kiri tulang dada, pada celah parasternal ke 3 dan ke 4. Bising sistolik yang ditemukan seringkali terdengar keras dan kasar; bising tersebut dapat menyebar luas, tetapi paling besar intensitasnya pada tepi kiri tulang dada. Bising tersebut dapat bersifat bising ejeksi atau bising pansistolik serta dapat didahului dengan terdengarnya bunyi klik. Bising sistolik tersebut disebabkan oleh turbulensi darah yang terjadi di atas lintasan aliran keluar ventrikel kanan serta cenderung kurang menonjol pada obstruksi berat dan pintasan dari kiri ke kanan. Bunyi jantung ke 2 terdengar tunggal dan ditimbulkan oleh penutupan katub aorta. Bising sistolik tersebut jarang disertai bising diastolik; bising terus menerus dapat terdengar pada setiap bagian dada, baik di anterior maupun posterior; bising tersebut dihasilkan oleh pembuluh pembuluh darah kolateral bronkus yang melebar atau terkadang oleh suatu duktus arteriosus menetap. Temuan ini sering didapatkan pada atresi paru.
  1. Pemeriksaan diagnostik
a)      Pemeriksaan laboratorium
Ditemukan  adanya peningkatan hemoglobin dan hematokrit (Ht)  akibat saturasi oksigen yang rendah. Pada umumnya hemoglobin dipertahankan 16-18 gr/dl dan hematokrit antara 50-65 %. Nilai BGA  menunjukkan peningkatan tekanan partial karbondioksida (PCO2), penurunan tekanan parsial oksigen (PO2) dan penurunan PH.pasien dengan Hn dan Ht normal atau rendah  mungkin menderita defisiensi besi.



b)      Radiologis
Sinar  X pada thoraks menunjukkan penurunan aliran darah pulmonal, tidak ada pembesaran jantung . gambaran khas jantung tampak apeks jantung terangkat sehingga seperti sepatu.
c)      Elektrokardiogram
Pada EKG sumbu QRS hampir selalu berdeviasi ke kanan. Tampak pula hipertrofi ventrikel kanan. Pada anak besar dijumpai P pulmonal
d)      Ekokardiografi
Memperlihatkan  dilatasi aorta, overriding aorta dengan dilatasi ventrikel kanan,penurunan ukuran arteri pulmonalis & penurunan aliran darah ke paru-paru
e)Kateterisasi
         Dengan diagnosis elektrokardografi tetralogi fallot yang dapat dindalkan, hanya sedikit atau bahkan tidak perlu diadakan kateterisasi jantung dan angiografi jika direncanakan operasi shunt. Bila operasi perbaikan akan dilaksanakan, angiografi diperlukan untuk memperjelas masalah seperti:
1. adakah defek sekat ventrikel tambahan (5%)?
2. adakah arteri koronaria menyilang saluran ke luar ventrikel kanan (5%)?
3. adakah stenosis pulmonal perifer (28%)?
            Jika ada, salah satu dari kelainan ini dapat menjadi masalah pada operasi perbaikan atau pada masa pasca bedah. Walaupun pada rincian ini dapat dipastikan dengan ekokardiografi pada keandalan relatif tinggi, harga yang tinggi untuk salah diagnosis mengharuskan perlunya kateterisasi jantung sebelum pembedahan.

  1. Komplikasi

Komplikasi dari tetralogi fallot antara lain:
1. Penyakit vaskuler pulmoner
2. Deformitas arteri pulmoner kanan
Komplikasi berikut dapat terjadi setelah Anastomosis Blalock-Taussig:
  • Perdarahan, perdarahan hebat terutama terjadi pada anak-anak dengan polisitemia.
  • Emboli atau trombosis serebri, risiko lebih tinggi pada polisitemia, anemia, atau sepsis.
  • Gagal jantung kongesti jika piraunya terlalu besar
  •  Oklusi dini pada pirau
  •  Hemotoraks
  •  Pirau kanan ke kiri persisten pada tingkat atrium, terutama pada bayi
  • Sianosis persisten
  • Kerusakan nervus frenikus
  • Efusi pleura
  • Anemia relative
  • Abses otak
  • Trombosis pulmonal
  • CVA thrombosis

  1. Penatalaksanaan
·         Penanganan
a. Oksigenasi
Aliran darah pulmonal memadai. Relaksan kuat untuk melebarkan duktus arteriosus
b. Prostaglandin E1
c. Pencegahan hipotermia, dehidrasi
Menyambung arteri subklavia ke cabang arteri pulmonalis homolateral.
d. Pintasan Blalock-Taussig.
·         Pengobatan
Pada serangan sianosis, diberikan oksigen dan morfin. Untuk mencegah serangan lainnya, untuk sementara waktu bisa diberikan propanolol. Selain itu jika terjadi serangan sianosis diberi penyekat beta dan analgesik.
Pembedahan untuk memperbaiki kelainan jantung ini biasanya dilakukan ketika anak berumur 3-5 tahun (usia pra-sekolah). Pada kelainan yang lebih berat, pembedahan bisa dilakukan lebih awal.
Pembedahan yang dilakukan terdiri dari 2 tahap:
1. Pembedahan sementara
Pembuatan shunt bisa terlebih dahulu dilakukan pada bayi yang kecil dan sangat biru, agar aliran darah ke paru-paru cukup. Shunt dibuat diantara aorta dan arteri pulmonalis. Setelah bayi tumbuh cukup besar, dilakukan pembedahan perbaikan untuk menutup kembali shunt tersebut.
2. Pembedahan perbaikan terdiri dari:
a. penutupan VSD
b. pembukaan jalur aliran ventrikel kanan dengan cara membuang sebagian otot yang berada di bawah katup pulmonalis
c. perbaikan atau pengangkatan katup pulmonalis
d. pelebaran arteri pulmonalis perifer yang menuju ke paru-paru kiri dan kanan.
e. Kadang diantara ventrikel kanan dan arteri pulmonalis dipasang sebuah selang (perbaikan Rastelli). Jika tidak dilakukan pembedahan, penderita biasanya akan meninggal pada usia 20 tahun.

·         Penatalaksanaan medis
1. Serangan sianosis
Serangan sianosi merupakan penyebab keprihatinan. Pada mulanya ibu hanya membuat bayi nyaman, dimana posisi lutut-dada merupakan penanganan yang efektif. Semua penanganan yang tidak menyenangkan agaknya memperburuk serangan sianosis. Dengan demikian, injeksi, terapi tusuk jari, terapi intravenosa, atau pengekangan akan memperburuk keadaan. Tindakan yang hanya menyamankan bayi ditinggalkan dan penanganan bayi yang lebih agresif yang dilakukan merupakan masalah pertimbangan dan informasi dari anak. Adalah masalah yang perlu diperhatikan bahwa ibu melaporkan serangan kumat-kumatan di rumah yang ditatalaksana dengan berhasil tapi ditemukan bahwa serangan pertama di rumah sakit adalah kejadian yang membuat gugup yang kemudian berakhir dengan disedasi, diintubasi, pemberian makan secara intravena, dan kurarisasi. Pada waktu bangun biasanya bayi tersebut biasanya mengalami serangan lain sesudah menyadari lingkungan yang aneh. Bentuk penanganan ini menyebabkan pembedahan dilakukan pada hari masuk tersebut kadang tidak dapat untuk dihindari.
Pengobatan serangan sianosis yang berguna adalah morfin, obat yang spesifik untuk masalah ini, dan propanol. Morfin menekan rasa tercekik dan menghilangkan rasa takut, sedangkan propanol mengendorkan spasme infundibulum, kadang-kadang dengan pengaruh yang menguntungkan yang dramatis pada saturasi oksigen arteri. Biasanya oksigen digunakan tetapi oksigen ini mempunyai sedikit pengaruh yang dapat diperagakan. Dalam menit awal serangan berat menyebabkan asidosis metabolik, yang dapat dikendalikan dengan natrium bikarbonatintravena dalam dosis berulang jika serangan berlanjut. Pada umumnya penanganan yang agresif mengikatkan penderita ke pembedahan selama perawatan rumah sakit, karena penanganan itu sendiri dapat memperburuk anak, menimbulkan serangan yang lebih banyak.
2. Pemilihan waktu Kateterisasi Jantung
Bayi sianosis tidak bergejala yang tumbuh dan bertambah berat dilakukan kateterisasi jantung secara efektif pada awal masa bayi untuk memperjelas anatomi koronaria, untuk mengesampingkan kemungkinan defek sekat ventrikel tambahan dan untuk mengukur stenosis pulmonal perifer yang mungkin. Pada umumnya lebih banyak digunakan kateterisasi lebih awal daripada kemudian, untuk menghindari serangan sianosis di laboratorium. Meskipun demikian anak yang telah menderita serangan diperiksa kateterisasi jantung tetapi dengan sangat hati-hati.
3. Pembedahan
Dalam beberapa pengecualian bayi yang mempunyai gejala dirujuk ke pembedahan untuk perbaikan. Tanpa gejala dan masalah teknik yang telah diperhitungkan, perbaikan elektif dilakukan pada hari ulang tahun pertama. Perbailan terdiri atas irisan ventrikel kanan, tambalan untuk menutup defek ventrikel, dan paling sering tambalan saluran keluar transanular.
Pembedahan untuk anak yidak bergejala yang mempunyai ”koronaria konus” menyilangi saluran aliran ke luar ventrikel kanan ditunda sampai umur 3-4 tahun, karena mungkin diperlukan saluran antara ventrikel kanan dan batang arteria pulmonalis untuk menghindari anomali koronaria.. makin besar anak maka makin besar saluran yang dapat digunakan dan makin lama kemungkinan untuk bertahan. Pada umur 4 tahun saluran yang besar dapat dimasukan agar dapat bertahan sekitar 5-10 tahun. Bila pembedahan diperlukan karena gejala, pilihan terletak antara shunt arteria sistemik-arteria pulmonalis atau perbaikan dengan menggunakan saluran. Alasan untuk operasi shunt adalah bahwa operasinya lebih aman, lebih cepat dan kurang traumatis.

PENEGAKAN DIAGNOSIS
Diagnosis Tetralogi Fallot biasanya berdasarkan atas:
Pada pemeriksaan fisik, bayi tampak sianotik (biru) pada mukosa mulut dan kuku, kadang disertai jari tabuh.
Tekanan sistolik ventrikel kanan tinggi sewaktu dilakukan perekaman dengan kateterisasi.
Pada foto torak didapat gambaran pembuluh darah paru berkurang (oligemia) dan konfigurasi jantung yang khas yakni seperti sepatu boot (boot shape).
Angiogram (gambaran sinar-X) menunjukkan aliran darah abnormal yang melalui lubang septum interventrikel dan masuk dalam aorta dan terdapat sedikit aliran melalui arteri pulmonal yang stenosis.
Pada ekokardiogram tampak defek septum ventrikel jenis perimembranus dengan overriding aorta kurang lebih 50% dan penebalan infundibulum ventrikel kanan.
 
Proses Asuhan keperawatan
PENKAJIAN
Riwayat kehamilan : ditanyakan sesuai dengan yang terdapat pada etiologi (faktor endogen dan eksogen yang mempengaruhi).
Riwayat  tumbuh
Biasanya anak cendrung mengalami keterlambatan pertumbuhan karena fatiq selama makan dan peningkatan kebutuhan kalori sebagai akibat dari kondisi penyakit.
Riwayat psikososial/ perkembangan
3.1              Kemungkinan mengalami masalah perkembangan
3.2              Mekanisme koping anak/ keluarga
3.3              Pengalaman hospitalisasi sebelumnya

Pemeriksaan fisik
4.1              Pada awal bayi baru lahir biasanya belum ditemukan sianotik,bayi tampak biru setelah tumbuh.
4.2              Clubbing finger tampak setelah usia 6 bulan.
4.3              Serang sianotik mendadak (blue spells/cyanotic spells/paroxysmal hiperpnea,hypoxic spells) ditandai dengan dyspnea, napas cepat dan dalam,lemas,kejang,sinkop bahkan sampai koma dan kematian.
4.4              Anak akan sering Squatting (jongkok) setelah anak dapat berjalan, setelah berjalan beberapa lama anak akan berjongkok dalam beberapa waktu sebelum ia berjalan kembali.
4.5              Pada auskultasi terdengar bising sistolik yang keras didaerah pulmonal yang semakin melemah dengan bertambahnya derajat obstruksi
4.6              Bunyi jantung  I normal. Sedang bunyi jantung II tunggal dan keras.
4.7              Bentuk dada bayi masih normal, namun pada anak yang lebih besar tampak menonjol akibat pelebaran ventrikel kanan
4.8              Ginggiva hipertrofi,gigi sianotik

Pengetahuan  anak dan keluarga :
5.1              Pemahaman  tentang diagnosis.
5.2              Pengetahuan/penerimaan terhadap prognosis
5.3              Regimen pengobatan
5.4              Rencana perawatan ke depan
5.5              Kesiapan dan kemauan untuk belajar

Tatalaksana  pasien tetralogi fallot
Pada penderita yang mengalami serangan sianosis maka  terapi ditujukan untuk memutus patofisiologi serangan tersebut, antara lain dengan cara :
1.      Posisi lutut ke dada agar aliran darah ke paru bertambah
2.      Morphine  sulfat 0,1-0,2 mg/kg SC, IM atau Iv untuk menekan pusat pernafasan dan mengatasi takipneu.
3.      Bikarbonas natrikus 1 Meq/kg BB  IV untuk mengatasi asidosis
4.      Oksigen dapat diberikan, walaupun pemberian disini tidak begitu tepat karena permasalahan bukan karena kekuranganoksigen, tetapi karena aliran darah ke paru menurun. Dengan usaha diatas diharapkan anak tidak lagi takipnea, sianosis berkurang dan anak menjadi tenang. Bila hal ini tidak terjadi dapat dilanjutkan dengan pemberian :
5.      Propanolo l 0,01-0,25 mg/kg IV perlahan-lahan untuk menurunkan denyut jantung sehingga seranga dapat diatasi. Dosis total dilarutkan dengan 10 ml cairan dalam spuit, dosis awal/bolus diberikan separohnya, bila serangan belum teratasi sisanya diberikan perlahan dalam 5-10 menit berikutnya.
6.      Ketamin 1-3 mg/kg (rata-rata 2,2 mg/kg) IV perlahan. Obat ini bekerja meningkatkan resistensi vaskuler sistemik dan juga sedatif
7.      penambahan volume cairan tubuh dengan infus cairan dapat efektif dalam penganan serangan sianotik. Penambahan volume darah juga dapat meningkatkan curah jantung, sehingga aliran darah ke paru  bertambah dan aliran darah sistemik membawa oksigen ke seluruh tubuh juga meningkat.

Lakukan selanjutnya
  1. Propanolol oral 2-4 mg/kg/hari dapat digunakan untuk serangan sianotik
  2. Bila ada defisiensi zat besi segera diatasi
  3. Hindari dehidrasi
    1. Diagnosa keperawatan
Setelah pengumpulan data, menganalisa data  dan menentukan diagnosa keperawatan  yang tepat sesuai dengan data yang ditemukan, kemudian direncanakan membuat prioritas diagnosa keperawatan, membuat kriteria hasil, dan intervensi keperawatan.
1.      Gangguan pertukaran gas  b.d  penurunan alian darah ke pulmonal
2.      Penurunan kardiak output b.d sirkulasi yang tidak efektif sekunder dengan adanya malformasi jantung
3.      Gangguan  perfusi jaringan b.d penurunan sirkulasi (anoxia kronis , serangan sianotik akut)
4.      Gangguan  nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d fatiq selama makan dan peningkatan kebutuhan kalori,penurunan nafsu makan
5.      Gangguan  pertumbuhan dan perkembangan b.d tidak adekuatnya suplai oksigen dan zat nutrisi ke jaringan
6.      Intoleransi  aktifitas b.d ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen
7.      Koping keluarga  tidak efektif b.d kurang pengetahuan klg tentang diagnosis/prognosis penyakit anak
8.      Risti gangguan perfusi jaringan serebral b.d peningkatan tekanan intrakranial sekunder abses otak, CVA trombosis

c.       Rencana keperawatan

a.       Penurunan kardiac output b.d sirkulasi yang tidak efektif sekunder dengan adanya malformasi jantung

Tujuan

      Anak dapat mempertahankan kardiak output yang adekuat.
Kriteria hasil
Tanda-tanda vital normal sesuai umur     
Tidak ada : dyspnea, napas cepat dan dalam,sianosis, gelisah/letargi , takikardi,mur-mur
Pasien komposmentis
Akral hangat
Pulsasi perifer kuat dan sama pada kedua ekstremitas
Capilary refill time < 3 detik
Urin output 1-2 ml/kgBB/jam
Intervensi
        i.Monitor tanda vital,pulsasi perifer,kapilari refill dengan membandingkan pengukuran pada kedua ekstremitas dengan posisi berdiri, duduk dan tiduran jika memungkinkan
      ii.Kaji dan catat denyut apikal  selama 1 menit  penuh
    iii.Observasi adanya serangan sianotik
    iv.Berikan posisi knee-chest pada anak
      v.Observasi adanya tanda-tanda  penurunan sensori : letargi,bingung dan disorientasi
    vi.Monitor intake dan  output secara adekuat
  vii.Sediakan waktu istirahat yang cukup bagi anak dan dampingi anak pada saat melakukan aktivitas
viii.Sajikan makanan yang mudah di cerna dan kurangi konsumsi kafeine.
    ix.Kolaborasi dalam: pemeriksaan serial ECG, foto thorax, pemberian obat-obatan anti disritmia
      x.Kolaborasi pemberian oksigen
    xi.Kolaborasi pemberian cairan tubuh melalui infus

ii.      Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
Tujuan:
Anak menunjukan peningkatan kemampuan dalam melakukan aktivitas (tekanan darah, nadi, irama dalam batas normal) tidak adanya angina.
Kriteria hasil :
-          Tanda vital normal sesuai umur
-          Anak mau berpartisipasi dalam setiap kegiatan yang dijadwalkan
-          Anak mencapai peningkatan toleransi aktivitas sesuai umur
-          Fatiq dan kelemahan berkurang
-          Anak dapat tidur dengan lelap

Intervensi
1.    Catat irama jantung, tekanan darah dan nadi sebelum, selama dan sesudah melakukan aktivitas.
2.    Anjurkan pada pasien agar lebih banyak beristirahat terlebih dahulu.
3.    Anjurkan pada pasien agar tidak “ngeden”  pada saat buang air besar.
4.    Jelaskan pada pasien tentang tahap- tahap aktivitas yang boleh dilakukan oleh pasien.
5.    Tunjukan pada pasien tentang tanda-tanda fisik bahwa aktivitas melebihi batas
6.    Bantu anak dalam memenuhi kebutuhan ADL dan dukung kearah kemandirian anak sesui dengan indikasi
7.    Jadwalkan aktivitas  sesuai dengan usia, kondisi dan kemampuan anak.

iii.      Gangguan  nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d fatiq selama makan dan peningkatan kebutuhan kalori,penurunan nafsu makan
Tujuan :  anak dapat makan secara adekuat dan cairan dapat dipertahankan sesuai dengan berat badan normal dan pertumbuhan normal.
Kriteria hasil :
·         Anak menunjukkan penambahan BB sesuai dengan umur
·         Peningkatan toleransi makan.
·         Anak dapat menghabiskan porsi makan yang disediakan
·         Hasil lab tidak menunjukkan tanda malnutrisi. Albumin,Hb
·         Mual muntah tidak ada
·         Anemia tidak ada.



Intervensi :
1.      Timbang berat badan anak setiap pagi tanpa diaper pada alat ukur yang sama, pada waktu yang sama dan dokumentasikan.
2.      Catat intake dan output secara akurat
3.      Berikan makan sedikit tapi sering untuk mengurangi kelemahan disesuaikan dengan aktivitas selama makan ( menggunakan terapi bermain)
4.      Berikan perawatan  mulut untuk meningktakan nafsu makan anak
5.      Berikan posisi jongkok bila terjadi sianosis pada saat makan
6.      gunakan dot yang lembut bagi bayi dan berikan waktu istirahat di sela makan dan sendawakan
7.      gunakan aliran oksigen untuk menurunkan distress pernafasan yang dapat disebabkan karena tersedak
8.      berikan formula yang mangandung kalori tinggi yang sesuaikan dengan kebutuhan
9.      Batasi pemberian sodium jika memungkinkan
Bila ditemukan tanda anemia kolaborasi pemeriksaan laboratorium

Tidak ada komentar:

Posting Komentar